A. Pengertian
pendidikan
1.
Batasan tentang
pendidikan
Pendidikan
seperti sifat sasarannya yaitu manusia.
Mengandung banyak aspek dan sifatnya
sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan
pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap.
Batasan tentang pendidikan yang dbuat oleh parah ahli beraneka ragam, dan
atau kandungannya berbeda yang satu dari
yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang
melandasinya.
Di bawah ini
dikemukakan beberapa batasan pendidikan yang berbeda bedasarkan fungsinya.
a.
Pendidikan Sebagai Proses
Transformasi Budaya
Sebagai proses
transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya
dari satu generasi kegenerasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di
dalam suatu lingkungan budya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana
seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasan terntu.
Larangan-larangan dan anjuran, dan ajakan tertentu seperti yang dikehendaki
oleh masyarakat . hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara
menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan
seterusnya.
Nilai-nilai
kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi
muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan
misalnya nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain, yang kurang cocok
diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti
misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks
melalui pendidikan formal.
Di sini tampak
bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara
estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari
esok. Suatu masa dengan pendidikan yang menuntut banyak persyaratan baru yang tidak
pernah diduga sebelumnya, dan malah sebagian besar masih berupa teka-teki.
Dengan pembangunan nasional maka misi pendidikan sebagai transformasi budaya harus sinkron dengan beberapa
pernyataan GBHN yang memberikan tekanan pada upaya pelestarian dan pengembangan
kebudayaan, yaitu sebagai berikut (BP. 7. Pusat, 1990: 109-110).
1)
Kebudayaan nasional
yang berlandaskan Pancasila adalah
perwujudan cipta, rasa, dan karsa bangsa Indonesia.
2)
Kebudayaan nasional
yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus terus dipelihara, dibina, dan
dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa
di masa depan.
3)
Perlu ditumbuhkan
kemampuan masyarakat untuk mengangkat nilai-nilai sosial budaya daerah yang
luhur serta menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang diperlukan
bagi pembaruan dalam proses pembangunan.
4)
Perlu terus
diciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya disiplin nasional
serta sikap budaya yang mampu menjawab tantangan pembangunan dengan
dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan budaya
bangsa.
5)
Usaha pembaruan
bangsa perlu dilanjutkan di segala bidang kehidupan, bidang ekonomi, dan sosial
budaya.
b.
Pendidikan sebagai
Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi,
pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik
terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Sistematis oleh karena proses
pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural) dan
sistemik oleh karena berlangsung dalam semua situasi kondisi, di semua
lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat).
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan
pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa, dan bagi
mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terakhir ini pendidikan diri
sendiri (zelf vorming). Kedua-duanya bersifat alamiah dan menjadi keharusan.
Bayi yang baru lahir kepribadiannya belum terbentuk, belum mempunyai warna dan
corak kepribadian yang tertentu. Ia baru merupakan individu, belum suatu
pribadi. Untuk menjadi suatu pribadi perlu mendapat bimbingan, latihan-latihan,
dan pengalaman melalui bergaul dengan lingkungannya, khususnya dengan
lingkungan pendidikan.
Bagi mereka yang sudah dewasa tetap
dituntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat serempak
dengan meningkatnya tantangan hidup yang selalu berubah. Dalam hubungan ini
dikenal apa yang disebut pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan pribadi
mencakup pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif, dan psikomotor)
yang sejalan dengan pertumbuhan fisik.
Dalam posisi manusia sebagai makhluk
serba terhubung, pembentukan pribadi meliputi pengembangan penyesuaian diri
terhadap lingkungan, terhadap diri sendiri, dan terhadap Tuhan.
c.
Pendidikan sebagai
Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik tentu saja
istilah yang baik di sini bersifat relatif, tergantung kepada tujuan nasional dari
masing-masing bangsa, oleh karena masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup
yang berbeda-beda.
Bagi kita warga negara yang baik
diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal
ini ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 yang menyatakan bahwa
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecualinya.
d.
Pendidikan sebagai
Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga
kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki
bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting
dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Bekerja menjadi penopang hidup seseorang dan keluarga sehingga tidak bergantung
dan mengganggu orang lain.
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan
bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. Dalam GBHN (BP 7 Pusat, 1990: 70-96) sebagai arah dan
kebijaksanaan pembangunan umum butir 22 dinyatakan mengembangkan SDM dan
menciptakan angkatan kerja Indonesia yang tangguh, mampu, dan siap bekerja
sehingga dapat mengisi semua jenis, tingkat lapangan kerja dalam pembangunan
nasional.
Selanjutnya dalam butir 23 dinyatakan :
meningkatkan pemerataan lapangan kerja dan kesempatan kerja serta memberikan
perhatian khusus pada penanganan angkatan kerja usia muda. Butir 10 tentang
tenaga kerja berisi pernyataan sebagai berikut :
1)
Arah pembangunan
ketenagakerjaan ialah pada peningkatan harkat, martabat, dan kemampuan manusia
serta kepercayaan pada diri sendiri.
2)
Meningkatkan
perencanaan ketenangakerjaan yang terpadu dan menyeluruh yang bersifat
nasional.
3)
Menyempurnakan sistem
informasi ketenagakerjaan yang mencakup penyediaan dan permintaan tenaga kerja.
4)
Meningkatkan upaya
perlindungan tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja wanita.
Isi dari butir tersebut mencakup
:
Pengadaan tenaga kerja,
penyediaan kesempatan lapangan kerja, perencanaan terpadu, penyempurnaan sistem
informasi untuk penyediaan dan pemasaran tenaga kerja, dan perlindungan tenaga
kerja.
e.
Definisi Pendidikan
Menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat.1990: 105)
memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut : Pendidikan
nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan
Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan
kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat
Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas
dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta
dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
Definisi
tersebut menggambarkan terbentuknya manusia yan utuh sebagai tujuan pendidikan.
Pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek diri
(individualitas) dan aspek sosial, aspek kognitif, afektif, dan psikomotor,
serta segi serba keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris), dengan
lingkungan sosial dan alamnya (horizontal), dan dengan Tuhannya (vertikal).
2. Tujuan dan Proses Pendidikan
a.
Tujuan pendidikan
Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar,
dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi
yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu
yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai suatu
komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting di antara
komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen
dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau
ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan
tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga
harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat
normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak
bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima
oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.
Sehubungan
dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu maka menjadi keharusan bagi
pendidikan untuk memahaminya. Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan
pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan di dalam melaksanakan pendidikan.
Gejala demikian oleh Langeveld disebut salah teoretis (langeveld, 1955.)
Tujuan
pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak.
Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga
sangat sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus
berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu,
tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
Pelaksanaannya
hanya mungkin apabila tujuan yang ingin dicapai itu dibuat jelas (eksplisit),
konkret, dan lingkup kandungannya terbatas. Dengan kata lain tujuan umum perlu
dirinci sehingga menjadi tujuan yang lebih khusus dan terbatas agar mudah
direalisasikan di dalam praktek. Seperti pada perbandingan di antara 3 macam
kalimat di bawah ini :
Contoh :
1)
Membimbing peserta
didik agar menjadi manusia berjiwa Pancasila (sangat abstrak, umum, luas, dan
sulit direalisasikan).
2)
Menumbuhkan jiwa
demokratis pada diri peserta didik (masih bersifat umum, belum mudah
direalisasi).
3)
Memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pendapat (lingkupnya terbatas
dan mudah dilaksanakan).
Ada beberapa hal yang menyebabkan
mengapa tujuan khusus itu diperlukan antara lain :
a.
Pengkhususan tujuan
memungkinkan dilaksanakannya tujuan umum melalui proses pendidikan.
b.
Adanya kekhususan
dari peserta didik, yaitu yang berkenaan dengan jenis kelamin, pembawaan dan
minatnya, kemampuan dan orang tuanya, lingkungan masyarakatnya.
c.
Kepribadian yang
menjadi sasaran untuk dibentuk atau dikembangkan bersifat kompleks sehingga
perlu dirinci dan dikhususkan, aspek apa yang dikembangkan.
d.
Adanya tahap-tahap
perkembangan pendidikan. Jika proses dari satu tahap pendidikan tercapai
disebut satu tujuan sementara telah tercapai. Misalnya : Tujuan SD, tujuan SMP,
dan seterusnya.
e.
Adanya kekhususan
masing-masing lembaga penyelenggara pendidikan seperti pendidikan, kesehatan,
pertanian, dan lain-lain ataupun jalur pendidikan seperti jalur pendidikan
sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
f.
Adanya tuntutan
persyaratan pekerjaan di lapangan yang harus dipenuhi oleh peserta didik
sebagai pilihannya.
g.
Diperlukannya
teknik tertentu yang menunjang pencapaian tujuan lebih lanjut misalnya membaca
dan menulis dalam waktu yang relatif pendek.
Tujuan
khusus yang berhubungan dengan ini bersifat teknis, yang berfungsi sebagai
tujuan antara. Karena sifatnya teknis (tidak ideologis) maka bisa berlaku dalam
pendidikan yang berbeda ideologinya.
h.
Adanya kondisi
situasional, yaitu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan muncul tanpa
direncanakan. Karena ada sesuatu peristiwa di mana pendidik memandang perlu
untuk bertindak, maka bertindaklah pendidik dengan maksud/tujuan tertentu.
Misalnya ada murid yang berprestasi, guru lalu memberi pujian dengan tujuan
murid terdorong untuk belajar lebih giat (reinforcement).
i.
Kemampuan yang ada
pada pendidik.
Di dalam praktek pendidikan
khususnya pada sistem persekolahan, di dalam rentangan antara tujuan umum
dengan tujuan yang sangat khusus terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara
berfungsi untuk menjembatani pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan
rincian khusus. Umumnya ada 4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan
antara, yaitu : tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan
instruksional.
a.
Tujuan umum
pendidikan nasional indonesia ialah manusia pancasila.
b.
Tujuan institusional
yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk
mencapainya. Misalnya tujuan pendidikan tingkat SD berbeda dari tujuan
pendidikan tingkat menengah, dan seterusnya. Tujuan pendidikan pertanian tidak
sama dengan tujuan pendidikan teknik. Jika semua lembaga (institusi) dapat
mencapai tujuannya berarti tujuan nasional tercapai, yaitu tterwujudnya manusia
Pancasilais yang memiliki bekal khusus sesuai dengan misi lembaga pendidikan di
mana seseorang menggembleng diri.
c.
Tujuan kulikuler,
yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
Misalnya tujuan
IPA, IPS atau Matematika. Setiap lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan
institusionalnya menggunakan kurikulum. Kurikulum mempunyai tujuan yang disebut
tujuan kurikuler.
d.
Tujuan
instruksional
Materi Kurikulum
yang berupa bidang studi-bidang studi terdiri dari pokok-pokok bahasan dan
sub-sub pokok bahasan. Tujuan pokok bahasan disebut tujuan instruksional, yaitu
penguasaan materi pokok bahasan/ sub pokok bahasan. Tujuan pokok bahasan
disebut tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan sub pokok bahasan disebut
tujuan instruksional khusus (TIK). TIK merupakan tujuan yang terletak pada
jenjang terbawah dan paling terbatas ruang lingkupnya.
b.
Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen
pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas
proses pendidikan menggejala pada dua segi yaitu kualitas komponen dan kualitas
pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling bergantung. Walaupun
komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta
biaya yang cukup, jika tidak ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka
pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila
pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan
hasil yang tidak optimal.
Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro,
meso, dan mikro. Pengelolaan proses dalam lingkup makro berupa
kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimya dituangkan dalam bentuk UU
Pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri, SK Dirjen, serta dokumen-dokumen
pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain.
Pengelolaan dalam ruang lingkup meso merupakan implikasi
kebijakan-kebijakan nasional ke dalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup
wilayah di bawah tanggung jawab Kakanwil Depdikbud.
Pengelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi
kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah
ataupun kelas, sanggar-sanggar belajar, satuan-satuan pendidikan lainnya dalam
masyarakat. Dalam ruang lingkup ini kepala sekolah, guru, tutor, dan
tenaga-tenaga pendidikan lainnya memegang peranan penting di dalam pengelolaan
pendidikan untuk menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan. Misalnya,
seorang guru ia wajib menguasai pengelolaan kegiatan belajar mengajar, termasuk
di dalamnya pengelolaan kelas dan siswa.
Tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya
proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah
laku peserta didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya
pengalaman belajar yang optimal. Pengelolaan pendidikan harus memperhitungkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.
Konsep
Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
PSH bertumpu pada
keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan
sesuatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang
PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan
kembali oleh comenius 3 abad yang lalu (di abad 16). Selanjutnya PSH
didefenisikan sebagai tujuan atau ide
formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan.
Pengorganisasian dan penstruktursn ini diperluas mengikuti seluruh rentangan
usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua.(Cropley:67)
Berikut
ini merupakan alasan-alasan mengapa PSH diperlukan:
1.Rasional
2.Alasan keadilan
3.Alasan ekonomi
4.Alasan faktor sosial yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan emansipasi
wanita dalam kaitannya dengan perkembangan iptek
5.Alasan perkembangan iptek
6.Alasan sifat pekerjaan
Implikasi
Pendidikan Sepanjang Hayat
Dengan di
terimanya konsep PSH sebagai konsep dasar pendidikan maka berarti sifat kodrati
pendidikan yaitu upaya memperoleh bekal untuk mengatasi masalah hidup sepanjang
hidup lebih menembus dan menjiwai penyelenggaraan semua sistem pendidikan yang
ada, yang sudah melembaga maupun yang belum. Pendidikan berlangsung dari masa
bayi (bina balita) sampai dengan pendidikan diri sendiri pada masa manula.
Seperti telah dijelaskan terdapat ciri-ciri khas PSH, yang diharapkan menjiwai
pendidikan masa kini dan pada masa mendatang.
Ciri-ciri yang dimaksud adalah :
a.
PSH menghilangkan
tembok pemisah antara sekolah dengan lingkungan kehidupan nyata di luar
sekolah.
b.
PSH
menempatkan kegiatan belajar sebagai bagian integral dari proses hidup yang
berkesinambungan, sedangkan “bersekolah” hanya merupakan sebagian bahkan
sebagian kecil dari keseluruhan proses belajar yang dialami oleh seseorang
selama hidupnya. Porsi belajar di sekolah jauh lebih kecil dibanding dengan
porsi keseluruhan proses belajar sepanjang hidup.
c.
PSH
lebih mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan.
d.
PSH
menempatkan peserta didik sebagai individu yang menjadi pelaku utama di dalam
proses pendidikan, yang mengarah kepada pendidikan diri sendiri, autodidak yang
aktif kreatif, tekun, bebas dan bertanggung jawab, tabah, dan tahan bantingan,
dan yang sejalan dengan penciptaan masyarakat gemar belajar.
Di samping ciri-ciri tersebut yang menjadi alasan mengapa
PSH perlu digalakkan adalah :
a.
Pada
hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hidup.
b.
Sekolah
tradisional tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin tidak
menentu dan cepat berubah.
c.
Pendidikan
masa balita punya peranan penting sebagai fondasi pembentukan kepribadian dan
bagi aktualisasi diri. Sekolah tidak dapat mengisi pendidikan di masa balita
ini.
d.
Sekolah
tradisional mengganggu pemerataan keadilan untuk memperoleh kesempatan
berpendidikan.
e.
Biaya
penyelenggaraan sekolah tradisional sangat mahal.
4.
Kemandirian
dalam belajar
a.
Arti
dan perinsip yang melandasi
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas
belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kamauan sendiri, pilihan
sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Konsep kemandirian dalam
belajar bertumpu pada perinsip bahwa individu yang belajar akan sampai kepada
perolehan hasil belajar.
b.
Alasan
yang menopang
Conny Semiawan, dan kawan-kawan (Conny S. 1988; 14-16)
mengemukakan alasan sebagai berikut:
1.
Perkembangan
iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para pendidik (khususnya
guru) mengajarkan semua konsep dan fakta kepada peserta didik.
2.
Penemuan
iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif.
3.
Para
ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret
dan wajar sesuai dengan situasi dan kondidi yang dihadapi dengan mengalami atau
mempraktekannya sendiri.
4.
Dalam
proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogianya tidak
dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri
peserta didik.
Sehubungan dengan alasan perkembangan iptek tersebut, Raka
Joni menyatakan (Raka Joni, 1981: 5) percepatan perubahan benar-benar telah
mengusangkan banyak hasil belajar dalam waktu yang semakin cepat. Bila kita
tetap menginginkan pendidikan menunaikan fingsinya dalam arti yang
seluas-luasnya, mulai dari pembentukan keterampilan kerja sampai dengan
penemuan diri sendiri dalam kaitan fungsional kerja sampai dengan masyarakat,
maka suatu reorientasi yang cukup mendasar perlu dilakukan.
Konsep dasar kemandirian dalam belajar sebagaimana
dikemukakan itu membawa implikasi kepada konsep pembelajaran, peranan pendidik
khususnya guru, dan peranan peserta didik.
Belajar diartikan sebagai aktivitas pengembangan diri melalui
pengalaman, bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar.
Mengajar diartikan sebagai aktivitas mengarahkan, memberikan
kemudahan bagaimana cara menemukan sesuatu (bukan memberi sesuatu) berdasarkan
kemampuan yang dimiliki oleh pelajar.
B. UNSUR-UNSUR
PENDIDIKAN
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
a.
Subjek
yang dibimbing (peserta didik).
b.
Orang
yang membimbing (pendidik)
c.
Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
d.
Ke arah
mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
e.
Pengaruh
yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
f.
Cara
yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
g.
Tempat
dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Penjelasan:
1.
Peserta
Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan
modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek
atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik
ialah:
i.
Individu
yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik.
ii.
Individu
yang sedang berkembang.
iii.
Individu
yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
iv.
Individu
yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.
Orang
yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik
mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran,
latihan, dan masyarakat.
3.
Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat
pendidikan.
4.
Materi/
isi pendidikan
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu
dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi
ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional
yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal
misinya adalah mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi
lingkungan. Dengan demikian jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dapat
ditumbuh kembangkan.
5.
Ke arah
mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a.
Alat
dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang
dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan
efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang
kuratif.
b.
Tempat
Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
C. PENDIDIKAN
SEBAGAI SISTEM
a.
Pengertian
Sistem
Beberapa definisi sitem menurut para ahli:
i.
Sistem
adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu
himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Tatang M. Amirin, 1992:10)
ii.
Sistem
meruapakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi
untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang Amirin, 1992:10)
iii.
Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem
yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai rencana untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. (Tatang Amirin, 1992:11)
b.
Komponen
dan Saling Hubungan antara Komponen dalam Sistem Pendidikan.
Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah
komponen. Komponen tersebut antara lain: raw input (sistem baru), output (tamatan),
instrumental input (guru, kurikulum), environmental input (budaya,
kependudukan, politik dan keamanan).
c.
Hubungan
Sistem Pendidikan dengan Sitem Lain dan Perubahan Kedudukan dari Sistem.
Sistem pendidikan dapat dilihat dalam ruang lingkup makro.
Sebagai subsistem, bidang ekonomi, pendidikan, dan politik masing-masing
sebagai sistem. Pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan subsistem
dari bidang pendidikan sebagai sistem
dan seterusnya.
d.
Pemecahan
masalah pendidikan secara sistematik.
i.
Cara
memandang sistem
Perubahan cara memandang suatu status dari komponen menjadi
sitem ataupunsebaliknya suatu sitem menjadi komponen dari sitem yang lebih
besar, tidak lain daripada perubahan cara memandang ruang lingkup suatu sitem
atau dengan kata lain ruang lingkup suatu permasalahan.
ii.
Masalah
berjenjang
Semua masalah tersebut satu sama lain saling berkaitan dalam
hubungan sebab akibat, alternatif masalah, dan latar belakang masalah.
iii.
Analisis
sitem pendidikan
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan
untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pendidikan dengan cara yang efesien dan
efektif. Prinsip utama dari penggunaan analisis sistem ialah: bahwa kita
dipersyaratkan untuk berpikir secara sistmatik, artinya harus memperhitungkan
segenap komponen yang terlibat dalam maslah pendidikan yang akan dipecahkan.
iv.
Saling hubungan antarkomponen
Komponen-komponen yang baik menunjang terbentuknya suatu
sistem yang baik. Tetapi komponen yang baik saja belum menjamin tercapainya
tujuan sistem secara optimal, manakala komponen tersebut tidak berhubungan secara
fungsional dengan komponen lain.
v.
Hubungan
sitem dengan suprasistem
Dalam ruang lingkup besar terlihat pula sistem yang satu
saling berhubungan dengan sistem yang lain. Hal ini wajar, oleh karena pada
dasarnya setiap sistem itu hanya merupakan satu aspek dari kehidupan. Sdangkan
segenap segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan
pembinaandan pengembangan.
e.
Keterkaitan
antara pengajaran dan pendidikan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari persoalan pengajaran dan
pendidikan adalah:
i.
pengajaran
dan pendidikan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Masing-masing saling mengisis.
ii.
Pembedaan
dilakukan hanya untuk kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami
lebih baik.
iii.
Pendidikan
modern lebih cenderung mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan membentuk
wadah, sedangkan pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus menetap meskipun
isi bervariasi dan berubah.
f.
Pendidikan
prajabatan (preservice education) dan pendidikan dalam jabatan (inservice
education) sebagai sebuah sistem.
Pendidikan prajabatan berfungsi memberikan bekal secara formal
kepada calon pekerja dalam bidang tertentu dalam periode waktu tertentu.
Sedangkan pendidikan dalam jabatan bermaksud memberikan bekal tambahan kepada
oramg-orang yang telah bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan lain-lain.
Dengan kata lain pendidikan prajabatan hanya memberikan bekal dasar, sedangkan
bekal praktis yang siap pakai diberikan oleh pendidikan dalam jabatan.
g.
Pendidikan
formal, non-formal, dan informal sebagai sebuah sistem.
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan,
berupa rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD,SMP,SMA, dan
PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill
guna terjun ke masyarakat. Pendidikan informal adalah suatu fase pendidikan
yang berada di samping pendidikan formal dan nonformal.
Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan formal, nonformal, dan informal ketiganya hanya
dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan karena keberhasilan pendidikan
dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumberdaya manusia
sangat bergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar